Sabtu, 01 Oktober 2016

Kehidupan manusia memang selalu berubah, hal itu menandakan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang bergerak dan mampu berkembang.

Masa remaja dalah masa dimana anak manusia banyak rasa ingin tahu terhadap sesuatu hal, begitupun aku, akupun merasakan hal itu. aku adalah anak yang dibesarkan oleh keluarga kecil yang hidup di pinggiran kota, sebuah kampung yang dikelilingi oleh hutan dan pegunungan. suasana dingin dan udara yang sejuk seringkali menuntunku kepada khayalan-khayalan dan angan-angan yang entah dapat tercapai atau tidak.

sekian tahun sejak kecil terawat oleh alam yang jauh dari hingar bingar kemeriahan kota membuat aku kurang mengetahui segala hal yang berhubungan dengan urbanisasi. pengetahuan pergaulan di masa kecilku hanyalah sebuah permainan halaman rumah yang tak jauh dari bulatan-bulatan kacar kelereng yang pada akirnya harus disusul ibu dengan kemarahan yang telah tercetak jauh sebelum sampai tempat dimana aku main.

yah, itulah masa kecilku di kampung yang ga pernah sepi oleh suara jangkrik dan burung-burung yang saling bersautan.

masuk ke ranah pendidikan menengah pertama, aku dibuang ke sebuah tempat pengasingan untuk fokus belajar ilmu umum plus agamanya, Pondok Pesantren, orang-orang dan para santri nakalnya biasa manggil tempat tersebut sebagai penjara suci, entah dari mana asal muasal kata tersebut, namun yang jelas, sebagai salah satu anak nakal, akupun ikut terjerumus dalam jurang kesesatan pendapat itu, padahal nyatanya tak segitu-gitu amat.

belajar selama 6 tahun, dengan berbagai kegiatan yang setiap hari terulang sama, tidur makan solat masjid dan toilet, itu-itu saja seterusnya hingga kelas akhir selama 6 tahun. bagus juga sepertinya jika itu diterapkan ke koruptor yang maunya nguasa saja. biar tahu kalo hidup plat itu tidak enak, yah tidak enak sama sekali.